EKONOMI 

LPS: Kini Otoritas Tak Lagi Eksklusif Miliki Informasi

beritaterkini99- Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Halim Alamsyah, menyampaikan beberapa perubahan situasi terhadap arus informasi yang masuk saat ini dibandingkan periode 1997-1998 lalu.

Perbedaan itu jelas terlihat pada perkembangan teknologi informasi yang semakin berkembang dewasa ini. Halim menyampaikan, Indonesia pada waktu itu hidup dalam sistem ekonomi, politik, dan sosial yang boleh dikatakan tersentralisasi.

Arus data dan informasi lebih terstruktur dikeluarkan oleh lembaga-lembaga resmi dan lebih banyak searah. Pada waktu itu, Halim menuturkan, pemahaman masyarakat atas cara bekerjanya berbagai lembaga ekonomi dan sosial juga masih belum tinggi. Akibatnya, peran otoritas cenderung lebih dapat memengaruhi persepsi dan perilaku pelaku ekonomi.

“Dewasa ini, kita berhadapan dengan situasi yang amat bertolak belakang dengan yang saya sampaikan tadi. Kita dewasa ini hidup dalam alam yang semakin terdesentralisasi. Informasi tidak lagi eksklusif dimiliki oleh otoritas atau lembaga resmi tetapi data dan informasi dibuat, diolah dan disebarkan oleh masyarakat luas melalui alat komunikasi mobile,” kata Halim dalam acara LPS Research Fair 2018, di Hotel Luwansa, Jakarta, Selasa (25/9/2018).

Halim mengatakan, data dan informasi pada masa ini menjadi inklusif secara real time dan multi arah. Cara bekerja lembaga-lembaga pemerintahan dan sosial ekonomi juga menjadi lebih transparan dan makin dipahami oleh masyarakat.

“Ada kemungkinan, persepsi dan respons pelaku ekonomi kelihatannya menjadi mudah berubah akibat diserbu oleh data dan informasi yang bertubi tubi ini. Perilaku menjadi berubah dengan cepat dan akibatnya ketidakpastian meningkat,” kata Halim.

Menjadi persoalan, kata Halim, dengan kemudahan teknologi saat ini banyak data dan informasi yang beredar ke tangan masyarakat yang dikhawatirkan itu tidak benar. Jadi dengan mudah masyarakat dapat menerima dan kembali menyebarluaskan informasi yang belum tentu benar.

“Kemudian di-forward ke sana-sini dan tidak ada yang menyanggah mungkin tidak sanggup, karena begitu banyak berita hoaks ini akhirnya akan dapat dianggap menjadi suatu kebenaran,” kata Halim.

Oleh karena itu, bagi pembuat kebijakan ini menjadi hal serius yang perlu didalami. Upaya memengaruhi persepsi publik dan pelaku ekonomi menjadi harus lebih intens, direct, dan terukur.

“Dewasa ini unit kehumasan tidak lagi sekadar menjelaskan, tapi juga harus mampu memerangi berita hoaks,” kata dia.

 

2 dari 2 halaman

Banyak Riset Tak Akurat

Ketua Dewan Komisoner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), Halim Amasyah, mengungkapkan beberapa persoalan yang dihadapi para pelaku pembuat kebijakan.

Dia menuturkan, persoalan itu lahir dari hasil riset yang dilakukan berbagai lembaga tidak terukur dengan tepat.

“Saya hanya ingin menyampaikan beberapa observasi yang terjadi akhir-akhir ini yang cukup menarik untuk kita dalami. Misalnya, mengapa sekarang para pembuat kebijakan khususnya, dan juga para analis tampaknya kesulitan untuk prediksi perilaku pasar,” kata Halim dalam dalam acara yang di gelar di Hotel Luwansa, Jakarta, Selasa (25/9/2018).

Halim mencontohkan, belum lama ini ada beberapa hasil riset yang telah didiskusikan bersama LPS seperti mengenai apa yang sebenarnya terjadi dengan tingkat pendapatan masyarakat di Indonesia.

Namun, dari hasil riset tersebut pihaknya tidak begitu mudah mempercayai. Hal itu membuat dibutuhkan pendalaman lebih teliti lagi sebelum untuk mendapatkan kesimpulan yang meyakinkan.

“Dari hasil riset itu, banyak teori dan pendapat yang telah diajukan. Tampaknya kita masih harus mendalami lebih teliti lagi,” kata dia.

Halim menyebut, dalam konteks pembuat keputusan, kesulitan yang sama juga dapat dilihat. Para pembuat kebijakan sering kali harus menggunakan escape clause. Artinya, keputusan akan didasarkan kepada hasil analisis atas data yang paling baru.

“Apakah selama ini data yang mereka gunakan memang kurang, atau ada sesuatu lain yang terjadi dalam pola perilaku pelaku ekonomi sehingga para pembuat kebijakan sulit menduga dengan tepat?” kata Halim sambil mempertanyakan.

“Ini menurut hemat saya menjadi tantangan para pembuat kebijakan dan kiranya patut kita teliti dengan mendalam mengapa hal ini sampai terjadi,” ujar dia.

 

Related posts