Lifestyle 

Mengapa Kehilangan Seseorang Bisa Buat ‘Gila’?

beritatrekini99Roro Fitria baru saja merasa sangat kehilangan orang yang dicintainya, yaitu sang ibunda. Kehilangan seseorang yang dicintai memang bisa begitu menyakitkan, bahkan bisa menjadi momok bagi kesehatan mental.

Dikutip dari The New York Times, profesir psikiatri dari Universitas Columbia, Dr M. Katherine Shear mengatakan bahwa kesedihan yang berkepanjangan dari kehilangan seseorang bisa menjadi gangguan mental.

“Itu akan menjadi ‘gila’ bagi mereka untuk tidak menganggapnya serius,” ujarnya.

Tidak ada definisi formal mengenai kesedihan yang rumit ini. Namun beberapa peneliti menggambarkannya sebagai bentuk akut bertahan lebih dari enam bulan, setidaknya enam bulan setelah kehilangan seseorang yang dicintai.

Gejala utamanya adalah kerinduan pada orang tersebut begitu kuat sehingga membuat seseorang mengesampingkan keinginannya yang lain. Gejala lainnya termasuk serangan sedih, rasa bersalah, dan emosi negatif yang tidak terkendali.

“Sederhananya, kesedihan yang rumit dapat merusak kehidupan seseorang,” tegas Shear.

Sementara itu, menurut psikiatri dari University of California, San Francisco, Mardi J. Horowitz, seseorang bisa menjadi ‘gila’ setelah kehilangan seseorang karena ketidakmampuan orang tersebut untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan tanpa orang lain.

‘Gila’ dalam kondisi ini bukan berarti gila dalam definisi sakit jiwa. Hanya saja, mental seseorang belum sanggup menerima kenyataan secara tiba-tiba.

Namun, beberapa peneliti menganggap bahwa kesedihan yang rumit ini seharusnya bisa masuk ke dalam The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5), yaitu sistem klasifikasi gangguan-gangguan mental.

Sebab salah satu peneliti dan sekaligus profesor psikiatri dari Harvard Medical School, Holly G. Prigerson menekankan bahwa kesedihan berkepanjangan ini adalah kesedihan traumatis yang harus ada kriteria awalnya.

“Kami tahu bahwa kesedihan dapat menyebabkan banyak hasil buruk, depresi dan kecemasan, dan menganggap itu layak untuk perhatian klinis dalam dirinya sendiri,” tuturnya dikutip dari Scientific American.

Related posts